Di suatu siang, seorang pedagang asongan sedang istirahat di sebuah taman kota. Sambil menikmati semilir angin, matanya tertuju pada selembar daun yang ujungnya terdapat bungkusan kecil yang berwarna putih kecoklat-coklatan. Baru kali ini pedagang itu mengamati secara serius fenomena kepompong yang waktu di desanya dahulu dapat dijumpai kapan saja.
Sudah sepuluh menit ia
mengamai bungkusan kecil yang terus bergerak-gerak itu. Ia berpikir, alangkah
beratnya perjuangan anak kupu-kupu yang berada dalam kepompong itu. Ia
membayangkan, bagaimana kupu-kupu itu harus keluar dari ubang kecil yang
besarnya tak melebihi lubang jarum itu?.
Tak sabar, dan atas nama rasa
”kasihan” pengasong itu akhirnya mengeluarkan gunting kecil di sakunya , lalu
memotong ujungnya. Dalam hitungan detik, kupu-kupu itu keluar dari kepompong
nyadalam bentuk gembrot dan sayap berkerut. Ia tunggu kupu-kupu itu terbang
mengepakkan sayapnya. Tapi harapan tinggal harapan, sang kupu hanya bisa
bergerak-gerak di tanah karena badannya terlalu gemuk dan sayapnya mengkerut,
tidak mengembang.