Para tabi’in tak pernah main-main dalam membuat fatwa.
Mereka sangat takut terjerumus dalam perkara “berkata tanpa ilmu”. Tak heran
bila masa itu jumlah mufti (pemberi fatwa) tak banyak meskipun jumlah
ulama sangat banyak. Tercatat ada tujuh ulama yag sering menjadi rujukan dalam
berfatwa. Ketujuh ulama ini sering disebut dalam kitab-kitab klasik dengan fuqaha
assab’ah (tujuh ahli fiqh).
1.
Sa’id bin Musayyab
Ia ahli fiqh yang sangat disegani. Bahkan sahabat
seperti Ibnu Umar sendiri mengakui keilmuannya. Tak heran jika ia disebut
dengan Syaikhul Fuqaha (syaikh-nya para ahli fiqh). Ulama yang juga
menantu Abu Hurairah ini, banyak menghafal hadits-hadits Nabi dari Abu Hurairah.
2.
Urwah bin Zubair
Ia adalah saudara kandung Abdullah bin Zubair. Tumbuh
tanpa didampingi sang ayah, tak membuat semangatnya menuntut ilmu kendur. Lewat
didikan ibunya, Asma’ binti Abu Bakar As-Siddiq, semangatnya terus menyala. Ke-faqih-an
bibinya, Aisyah Ra, membuat ia banyak menghafal hadits Nabi. Ia banyak menimba
ilmu dari Aisyah Ra tersebut.
3.
Abu bakar bin Abdurahman al Makhzumi
Ia diberi gelar Rahibu Quraisy karena ibadah
dan shalatnya yang sangat banyak. Ia lahir dizaman Umar bin Khattab. Banyak
ulama yang meriwayatkan hadits dari dirinya. Di antaranya, Umar bin Abdul Aziz,
Mujahid, dan Ikrimah.
4.
Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar as-Siddiq
Dari sekian banyak tabi’in, ulama yang satu ini
terbilang paling mengerti hadits Aisyah Ra. Salah satu penyebabnya karena ia
tumbuh di bawah bimbingan bibinya Aisyah Ra.
Salah satu nasehatnya yang cukup populer adalah
“Sesungguhnya merupakan bentuk penghargaan seseorang atas dirinya adalah tidak
berkata sesuatu tanpa ilmu.”
5.
Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud
Ia merupakan ulama yang sangat produktif dalam
menyusun syair. Dalam bidang hadits, ia banyak menimba ilmu dari Ibnu Abbas,
Abu Hurairah, Aisyah.
Umar bin Abdul Aziz banyak menimba ilmu darinya,
Bahkan menurut sang khalifah, mengikuti halaqah Ubaidillah lebih ia sukai
daripada dunia dan seisinya, Pendapat dan nasehatnya sangat menggores hati.
Banyak orang yang betah berlam-lamaan di majelisnya. Az Zuhri bahkan pernah
mengataka, “Aku telah menimba ilmu dari banyak ulama, hingga aku merasa ilmuku
telah mencukupi. Tapi setelah aku bertemu dengan Ubaidillah seolah apa yang aku
miliki tidak ada apa-apanya.”
6.
Kharijah bin Zaid bin Tsabit
Ia adalah putra Zaid bin Tsabit. Di bawah bimbingan
sang ayah Kharijah tumbuh dalam nuansa keilmuan yang sangat kental. Boleh
dikata Kharijah sukses mewarisi kefakihan ayahnya Zaid bin Tsabit. Bahkan ilmu
faraidh (ilmu tentang pembagia harta waris) yang menjadi spesialisasi Zaid pun
berhasil dikuasainya.
7.
Sulaiman bin Yasar
Ia merupakan keturunan Persia. Banyak ulama yang
mensejajarkannya dengan Sa’id bin Musayyab. Hal itu tak terlalu mengherankan
sebab ketika ada orang yang bertanya kepada Sa’id, ia tak segan-sega
mempersilahkan untuk bertanya kepada Sulaiman bin Yassar. Bakan dalam suatu
kesempatan Ibnu Musayyab pernah berkata kepada seseorang, “pergilah kamu kepada
Sulaiman bin Yassar sebab ia adalah orang yang paling alim yang masih tersisa
saat ini.”